Total Pageviews

Wednesday, August 17, 2011

Psoriasis Kulit Merah Bersisik

Kulit Merah Bersisik, Waspadai Psoriasis

Lusia Kus Anna | Kamis, 18 Agustus 2011 | 11:01 WIB

shutterstock
Ilustrasi

Kompas.com - Bagi kebanyakan orang, nama psoriasis tidak banyak dikenal. Padahal, sekitar satu sampai dua persen populasi menderita penyakit ini. Karena penampilannya yang mirip, penyakit autoimun yang menyerang kulit ini sering dikira sebagai penyakit kusta.

Penyakit psoriasis merupakan penyakit kulit menahun akibat gangguan kekebalan tubuh (autoimun) yang menyebabkan sel-sel kulit mati diproduksi secara berlebih. Penyakit ini belum bisa disembuhkan dan bersifat kambuhan.


Di dunia penyakit ini sudah diketahui sejak tahun 150 SM. Namun di Indonesia baru belakangan ini tersedia cukup informasi mengenai penyakit ini.

Ketidaktahuan mengenai penyakit psoriasi membuat banyak penderitanya menebak-nebak penyebab timbulnya penyakit itu dan mencari pengobatan sendiri.

"Semula dokter mendiagnosis saya kena alergi dan kaligata tetapi obat yang diberi tak menyembuhkan gatal-gatal di seluruh tubuh yang saya rasakan," kata Helena Intan (46), penderita psoriasis yang sudah 10 tahun menderita psoriasis.

Perempuan yang semula aktif itu sempat terpukul dengan kondisinya karena ia tidak juga menemukan informasi yang jelas mengenai penyakit yang membuatnya menderita gatal luar biasa itu.

Beruntung di tahun 2001 ia sudah mengenal internet sehingga ia cukup terbantu dengan informasi yang dicarinya di berbagai situs kesehatan. Saat itu pula ia langsung bergabung dengan yayasan psoriasis di Amerika.

Informasi yang minim mengenai psoriasis juga sempat membuat Sarah Sita Nala (27) mengira hanya ia seorang yang menderita psoriasis.

"Saat kelas 3 SD, saya menderita gatal di kulit kepala yang sangat hebat. Semula saya kira itu ketombe tetapi makin digaruk rasanya semakin gatal," kata Sarah yang sudah 18 tahun berteman dengan penyakitnya itu.

Sarah sudah berobat ke banyak dokter tetapi tidak ada yang mampu menyembuhkan penyakitnya, bahkan ia pernah salah didiagnosa dan menjalani terapi yang membuat psoriasisnya bertambah parah. "Sekarang saya agak traumatis jika melakukan terapi di dokter," katanya dalam acara media edukasi mengenai psoriasis yang diakan Leo Pharma di Jakarta beberapa waktu lalu.

Meski dokter menyatakan penyakit psoriasis tidak menular, namun Sarah sering merasa dijauhi banyak orang karena melihat penampilan kulitnya.

"Bertahun-tahun saya merasa tidak pede, menurutp diri dan putus asa akibat penolakan dari masyarakat. Bahkan teman-teman takut menyentuh saya karena tak ingin tertular," ungkap gadis yang bekerja sebagai tenaga pemasaran di sebuah perusahaan alat kesehatan ini.

Cegah kekambuhan

Sel-sel kulit sehat umumnya diganti setiap 28 hari, tetapi siklus ini pada pasien psoriasis terjadi setiap 3-5 hari sehingga kulit mati yang berlebih terakumulasi pada permukaan menyebabkan penonjolan dengan sisik berwarna keperakan. Gejala lain adalah rasa gatal dan kemerahan.

Psoriasis dapat terjadi secara lokal (satu bagian tubuh), sendi (psoriasis artritis), psoriasis bernanah, dan seluruh badan merah, gatal, serta menggigil.

Psoriasis tahap awal berupa bintik merah, yang makin melebar dan sisik putih berlapis-lapis. Gejala ini biasanya muncul pada lengan, punggung, dada, siku, kaki, kuku, dan kepala. Psoriasis pada kulit kepala dapat menyerupai ketombe, sedangkan pada kuku tampak berlubang, rapuh dan putih. Biasanya ini disertai pula dengan rasa gatal.

Walau psoriasis merupakan penyakit kulit menahun yang sering kambuh, gejala psoriasis dapat disembuhkan dengan diagnosis yang tepat dan pengobatan yang terus menerus.

"Tujuan utama pengobatan psoriasis adalah agar kulit tampak seperti normal dapat dicapai karena penyakit ini tidak bisa sembuh," kata dr.Danang T.Soebaryo, Sp.KK, dermatologi dari RS.Kanker Dharmais Jakarta.

Ia menambahkan perawatan terus menerus harus dilakukan oleh pasien psoriasis. "Jika diobati dengan tepat gejalanya seperti sisik dan rasa gatal bisa menghilang," kata dokter yang menjadi Ketua Yayasan Peduli Psoriasis Indonesia ini.

Psoriasis dapat kambuh bila ada trauma yang berasal dari luar (garukan, gesekan, atau cuaca), atau juga dipicu oleh faktor yang berhubungan dengan hormon seperti haid, hamil, kelelahan, obat-obatan, serta tekanan emosional.

Danang menjelaskan, pasien psoriasis harus mewaspadai gangguan kesehatan lain yang sering menyertai, misalnya hipertensi, gangguan tiroid, bisul, atau sindrom metabolik.

Menurut pengalaman Helen, salah satu cara mencegah kekambuhan psoriasis yang bisa dilakukan adalah dengan banyak berjemur di bawah sinar matahari. "Tak perlu lama-lama cukup 5 menit tetapi harus teratur," paparnya.

Wednesday, August 10, 2011

Medicine: Jantung Buatan untuk Kardiomiopati

Jantung Pria Ini Dimasukkan Tas
Kistyarini | Rabu, 3 Agustus 2011 | 10:31 WIB

Dailymail Matthew Green dan tas berisi alat pacu jantung buatannya, dalam konferensi pers di London, Inggris, setelah dia dinyatakan sehat pasca-pemasangan jantung buatan.

LONDON, KOMPAS.com - Kemanapun Matthew Green pergi, dia tidak boleh lupa membawa tasnya. Sebab, di dalam tas itulah pria 40 tahun tersebut menyimpan jantungnya.

<a href='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/ck.php?n=a3126491&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE' target='_blank'><img src='http://ads3.kompasads.com/new/www/delivery/avw.php?zoneid=951&amp;cb=INSERT_RANDOM_NUMBER_HERE&amp;n=a3126491' border='0' alt='' /></a>
Ya, Green menjadi orang pertama Inggris yang memiliki jantung buatan. Ayah satu anak itu sesungguhnya tinggal menghitung hari menuju kematian akibat penyakit jantung yang parah.

Dia masuk dalam daftar tunggu transplantasi jantung. Namun dokter memutuskan untuk memberinya jantung buatan karena kondisinya sudah sangat buruk.

Dalam sebuah konferensi pers, Senin (1/8/2011), Green yang didampingi Gill istrinya, menyatakan sudah tidak sabar untuk memulai kehidupan baru yang normal di London untuk pertama kali dengan Dylan, putra mereka yang berusia lima tahun.

"Dua tahun lalu, setiap hari saya saya bersepeda sejauh 14 km saat berangkat bekerja dan 14 km lagi saat pulang. Namun begitu dibawa ke rumah sakit, saya bahkan berjalan saja sangat sulit," katanya.

"Saya sangat senang bisa pulang dan bisa melakukan berbagai hal yang sudah lama tidak bisa saya lakukan, seperti bermain dengan anak atau memasak untuk keluarga," ujar ayah satu anak itu.

"Gerakan tubuh saya memang masih terbatas, tetapi setidaknya saya bisa pulang dan berkumpul dengna keluarga. Itu sangat berarti buat saya," imbuhnya.

Green menderita penyakit jantung yang disebut cardiomyopathia. Penyakit ini menyebabkan jantung melemah dengan cepat dan tidak mampu memompa darah ke seluruh tubuh. Kondisi itu menyebabkan dia sangat lemah hingga nyaris hanya bisa berbaring. Bergerak beberapa langkah saja sudah membuatnya kehabisan napas.

Harapan satu-satunya adalah transplantasi jantung, namun kondisinya terus memburuk sebelum ada donor potensial untuknya. Dokter di rumah sakit Papworth, sebuah rumah sakit jantung terkenal yang terletak di dekat Cambridge, bertindak cepat. Mereka memutuskan untuk memberinya jantung buatan utuh.

Operasi jantung yang dilaksanakan Juni lalu itu berlangsung selama enam jam. Dokter mengganti jantung rusak Green dengan alat yang menggantikan peran otot dan bilik jantung.

Tidak seperti pada jantung buatan sebelumnya, alat pacu jantung yang menjadi sumber tenaga jantung ini diletakkan di luar tubuh dan bisa dibawa di dalam tas atau ransel. Yang harus dilakukan Green hanya mengganti baterainya setiap beberapa jam dan jantung buatan itu bisa bertahan selama tiga tahun.

Menurut Steven Tsui, dokter bedah jantung memimpin operasi itu mengatakan, jantung buatan hasil desain SynCardia itu hanya dimaksudkan sebagai "jembatan" hingga ada jantung asli untuk ditransplantasikan pada Green.

Meskipun demikian, jantung buatan itu kini tengah dalam pengembangan untuk yang sifatnya permanen. "Untuk pertama kali kita melihat ada orang berjalan-jalan di Inggris tanpa jantung manusia," kata Tui.

"Kondisi Matthew sangat parah dan kami khawatir waktunya tidak lama lagi. Sejak operasi dilakukan, dia mendapat kesempatan hidup yang baru," imbuh Tui.

"Hal ini menunjukkan bahwa teknologi bisa mengalahkan penyakit. Saya berharap lebih banyak lagi perangkat seperti ini dikembangkan," ujar Steven Tui.